KARYA ILMIAH "KEGUNAAN ANTIBIOTIK PADA HEWAN TERNAK"




KEGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA HEWAN TERNAK



DEWI RAHMADHANI
23010214060003
MUP (A)













MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN
FAKULTAS PERTERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014









KATA PENGANTAR


Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya penulis dapat menyusun atau menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam karya tulis ilmiah ini penulis membahas tentang Kegunaan Antibiotika Pada Hewan Ternak.
Penulis  menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan karya tulis ilmiah yang selanjutnya. 

Semoga karya tuilis ilmiah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Akhir kata semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semuanya. 


Semarang, 21 Oktober  2014


Penulis 











 i
 
 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
LATAR BELAKANG.......................................................................................................... 1
TUJUAN............................................................................................................................... 2
PERMASALAHAN............................................................................................................. 2
MANFAAT........................................................................................................................... 2
BAB II METODOLOGI...................................................................................................... 3
PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK.................................................................................... 4
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI PETERNAKAN........................................................ 5
RESIDU ANTIBIOTIK....................................................................................................... 6
BAB III METODOLOGI..................................................................................................... 7
HASIL PENELITIAN.......................................................................................................... 7
PANGARUH ANTIBIOTIK............................................................................................... 7-8
BAB IV HASIL&PEMBAHASAN..................................................................................... 9
TABEL JENIS ANTIBIOTIK.............................................................................................. 9
ANCAMAN ANTIBIOTIK................................................................................................. 10
TEORI CARA KERJA ANTIBIOTIK................................................................................ 11
BAB V PENUTUP............................................................................................................... 12
KESIMPULAN&SARAN.................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 13





ii
 
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Antibiotik adalah zat kimia khusus yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti ragi, jamus dan bakteri atau segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri (Craig., 1998). Istilah antibiotik berarti pertentangan dengan hidup atau merusak kehidupan. Suatu antibiotik adalah stu zat yang dibuat oleh organisme hidup yang menghalang-halangi atau merusak kehidupan organisme lainnya. Antibiotik  digunakan untuk melawan infeksi dengan cara pencegahan atau pengobatan. Antibiotik diberikan sejumlah 2 sampai 10 gram per ton ransum.
Tingginya tingkat resistensi antibiotika terhadap foodborne bakteri merupakan masalah yang sangat serius dalam bidang kesehatan di dunia. Antibiotika banyak digunakan pada hewan secara intensif untuk pengobatan, pencegahan penyakit dan pemacu pertumbuhan. Antibiotika banyak digunakan sebagai AGP dalam pakan ternak di seluruh dunia untuk memacu pertumbuhan ternak agar dapat tumbuh lebih besar dan dalam waktu yang lebih cepat serta untuk mencegah terjadinya infeksi, Beberapa antibiotika yang banyak dipakai sebagai AGP antara lain dari golongan tetracyclin, penicillin, macrolida, lincomysin dan virginiamycin.

Pemakaian antibiotika pada hewan untuk pengobatan, pemacu pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan dimulai pada awal tahun 1950 Sampai saat ini Centers Diseases Control (CDC) memperkirakan sekitar 40% antibiotika di dunia digunakan sebagai imbuhan pakan ternak untuk memacu pertumbuhan (AGP) Sebagai imbuhan pakan, antibiotika dapat memacu pertumbuhan ternak agar dapat tumbuh lebih besar dan lebih cepat serta dapat mencegah terjadinya infeksi bakteri.
Hasil peternakan berupa daging, telur, dan susu merupakan salah satu pilar dalam pemenuhan kebutuhan pangan manusia untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan tubuhnya. Beberapa hewan ternak yang menghasilkan daging, telur, atau susu adalah hewan ruminansia (memamah biak) dan unggas, seperti sapi, kambing, ayam, itik, dan lain sebagainya.
Fakta tersebut menggugah rasa penasaran penulis akan kegunaan dan manfaat antibiotik, Oleh karena itu penulis ingin mengangkatnya ke dalam sebuah karya tulis yang berjudul Kegunaan Antibiotika Pada Hewan Ternak .









1.
 
 
1.2.Rumusan Masalah

1.      Jenis-jenis antibiotika apa saja yang sering digunakan pada peternakan
2.      Bagaimana dengan dampak negativ akibat campuran antibiotik di dalam campuran pakan ternak
3.     Apa saja jenis antibiotik yang dikategorikan berdasarkan struktur kimia


1.3.Tujuan

1.      Menemukan manfaat penggunaan antibiotik pada hewan ternak.
2.      Menemukan fakta-fakta yang menunjukan bahwa penggunaan antibiotik pada hewan ternak memang banyak dilakukan.
3.      Mengetahui definisi dari antibiotik dan Mengetahui pengaruh antibiotik di dalam bahan pakan


1.4.Manfaat

1.      Menambah informasi dan memperkaya wawasan kita terutama tentang kegunaan antibiotik yang biasanya digunakan sebagai obat pada manusia tetapi disisi lain antibiotik juga banyak kegunaannya pada hewan ternak.
2.      Mengetahui  Jenis-jenis antibiotika yang ada
3.      Selain itu sebagai bahan pembelajaran untuk saya dan pembacanya kelak dalam menambah informasi dan memperkaya wawasan kita tentang kegunaan antibiotik pada hewan ternak.
















2.
 


1.
 
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Antibiotika
Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik bakteri, jamur dan aktinomises, yang dapat berkhasiat menghentikan pertumbuhan atau membunuh jasad renik lainnya (Subronto dan Tjahajati, 2001).
Antibiotika yang diperoleh secara alami dari mikroorganisme disebut antibiotika alami, antibiotika yang disintesis di laboratorium disebut antibiotika sintetis. Antibiotika yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan dimodifikasi di laboratorium dengan menambahkan senyawa kimia disebut antibiotika semisintetis (Subronto dan Tjahajati, 2011).
Antibiotik pertama (penisilin) ditemukan pada tahun 1928 oleh Alexander Fleming, seorang ahli mikrobiologi dari Inggris. Tahun 1930-an, penisilin mulai diresepkan untuk mengobati penyakit-penyakit infeksi. Sebelum antibiotik ditemukan, banyak infeksi yang tidak bisa disembuhkan dan menyebabkan kematian. Namun sejak penisilin ditemukan, jutaan penderita infeksi di seluruh dunia, bisa diselamatkan nyawanya. Begitu hebatnya antibiotik, sehingga sejak tahun 1944–1972, rata-rata harapan hidup manusia meningkat delapan tahun (Nurrachmi, 2009).

Penggolongan Antibiotika

Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan aktivitas, cara kerja maupun struktur kimianya. Berdasarkan aktivitasnya, antibiotika dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
a. Antibiotika kerja luas (broad spectrum), yaitu agen yang dapat menghambat
pertumbuhan dan mematikan bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. Golongan ini diharapkan dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan sebagian besar bakteri. Yang termasuk golongan ini adalah tetrasiklin dan derivatnya, kloramfenikol, ampisilin, sefalosporin, carbapenem dan lain-lain.
b. Antibiotika kerja sempit (narrow spectrum) adalah golongan ini hanya aktif
terhadap beberapa bakteri saja. Yang termasuk golongan ini adalah penisilina,
streptomisin, neomisin, basitrasin.

Penggolongan antibiotika berdasarkan cara kerjanya pada bakteri adalah sebagai berikut:
a. Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri,
misalnya penisilin, sefalosporin, carbapenem, basitrasin, vankomisin,
sikloserin.
b. Antibiotika yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba, yang termasuk
kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien serta berbagai antibakteri
kemoterapetik.
c. Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesa protein, yang termasuk
golongan ini adalah kloramfenikol, eritromisin, linkomisin, tetrasiklin dan
antibiotika golongan aminoglikosida.
d. Antibiotika yang bekerja melalui penghambatan sintesis asam nukleat bakteri,
yang termasuk golongan ini adalah asam nalidiksat, rifampisin, sulfonamid,
3.
 
trimetoprim.
e. Antibiotika yang menghambat metabolisme sel mikroba, yang termasuk dalam
kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS)
dan sulfon.

Penggolongan antibiotika berdasarkan gugus kimianya sebagai berikut:

Amoksisilin/Penisilin
Rumus struktur:
molekul 419,45. Pemeriannya berupa serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau, berasa pahit. Senyawa ini sukar larut dalam air dan metanol (1 gram dalam 370 ml air atau dalam 2000 ml alkohol), tidak larut dalam benzen, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform (Ditjen POM, 1995; Wattimena, 1991). Struktur kimia amoksisilin terdiri atas cincin β-laktam, cincin tiazolidin rantai samping amida dan gugus karboksil. Amoksisilin merupakan antibiotika berspektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif dengan cara kerja mengganggu perkembangan dinding sel mikroba dengan jalan mencegah kerja enzim transpeptidase sehingga menjadi inaktif (Subronto dan Tjahjati, 2001). Amoksisilin didistribusikan dengan cepat dari plasma ke dalam jaringan tubuh hewan dan dieksresikan melalui ginjal, kelenjar susu, hati dan usus (Subronto dan Tjahjati, 2001).
Antibiotika derivat penisilin banyak digunakan pada peternakan domba, babi dan unggas untuk mengobati penyakit infeksi dan sebagai tambahan bahan makanan atau ditambahkan kedalam minuman untuk mencegah serangan dari beberapa penyakit (Doyle, 2006).
Residu penisilin yang terdapat di dalam daging dan jaringan lainya biasanya dapat diabaikan keberadaannya setelah 5 hari pasca pemberian terakhir. Penisilin biasanya cepat hilang dalam darah melalui ginjal dan keluar melalui urin (Subronto dan Tjahjati, 2001). Residu penisilin yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yaitu reaksi alergi, gatal, urtikaria dan demam (Subronto dan Tjahjati, 2001).


Tetrasiklin
Rumus struktur:
4.
 
Tetrasiklin memiliki rumus molekul C22H24N2O8.HCl dengan berat molekul 480,6. Tetrasiklin merupakan serbuk hablur, kuning, tidak berbau, agak higroskopis. Stabil di udara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya matahari yang kuat dalam udara lembab menjadi gelap. Larut dalam air, dalam alkali hidroksida dan dalam larutan karbonat, sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter. Tetrasiklin mudah membentuk garam dengan ion Na+ dan Cl-  sehingga kelarutannya menjadi lebih baik (Ditjen POM, 1995) Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotika yang dihasilkan oleh jamur Streptomyces aureofasiens atau S. rimosus. Tetrasiklin bersifat bakteriostatik dengan daya jangkauan (spektrum) luas, dengan jalan menghambat sintesis protein dengan cara mengikat sub unit 30 S dari pada ribosom sel bakteri. pada unggas tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi CRD (Chronic Respiratory Diseasis), erisipclas dan sinusitis (Subronto dan Tjahjati, 2001).

Kloramfenikol
Rumus struktur:
Kloramfenikol mempunyai rumus molekul C11H29N7O12 dengan berat molekul 323.1. Kloramfenikol merupakan serbuk kristal putih sampai putih keabuan atau putih kekuningan, tidak berbau, sangat tidak larut dalam air, sangat larut dalam alkohol dan propilen glikol (Ditjen POM, 1995). Kloramfenikol termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan kloramfenikol dalam air pada pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah. Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorpsi dari saluran cerna. Oleh karena itu pemberian kloramfenikol dilakukan secara peroral (Wattimena, 1990).
Kloramfenikol merupakan antibiotika golongan amphenicol yang bersifat bakteriosidal dengan memiliki aktifitas spektrum luas aktif terhadap bakteri yang patogen dengan jalan menghambat sintesis protein dengan cara mengikat sub unit 30 S dari pada ribosom sel bakteri dan menghambat aktifitas enzim peptidil transferase. Kloramfenikol dahulu digunakan dalam pengobatan untuk hewan ternak dan manusia tetapi karena adanya laporan bahwa kloramfenikol menimbulkan penyakit anemia plastik bagi manusia sehingga sejak tahun 1994 di Amerika dan Eropa penggunaan kloramfenikol tidak diijinkan untuk pengobatan hewan ternak (Martaleni, 2007).

Ampisilin
Rumus struktur:
Ampisilin berbentuk anhidrat dan trihidrat memiliki rumus molekul C16H19N3O4S.3H2O dengan berat molekul 403,45. Ampisilin berupa bubuk hablur putih, tidak berbau. Garam trihidratnya stabil pada suhu kamar. Dalam air kelarutannya 1 g/ml, dalam etanol absolut 1 g/250 ml dan praktis tidak larut dalam eter dan kloroform (Ditjen POM, 1995). Ampisilin memiliki spektrum antimikroba yang luas tetapi lebih efektif terhadap bakteri gram negatif.


Penggunaan Antibiotika Dalam Peternakan
Penggunaan “obat hewan” pada tahap produksi ternak sering dilakukan agar prodiktivitas ternak dapat dipertahankan atau ditingkatkan (Bahri dkk, 2005). “Obat hewan” yang paling sering digunakan pada peternakan adalah antibiotika (Dewi dkk, 2002). Antibiotika diberikan pada hewan ternak berguna untuk mencegah atau mengobati penyakit sehingga digunakan sebagai imbuhan pakan (Oramahi dkk, 2004).
5.
 
Pemberian antibiotika pada hewan dalam peternakan skala besar umumnya diberikan melalui air minum dan dapat diikuti dengan pemberian antibiotika melalui pakan (Martaleni, 2007). Umumnya pemberian antibiotika yang diberikan pada ayam lebih banyak diberikan secara massal dibandingkan pemberian secara individual (Doyle, 2006). Hal ini dilakukan untuk membuat hewan tetap produktif meskipun mereka hidup dalam kondisi berdesakan dan tidak higienis (Bahri dkk, 2000)
Pada usaha peternakan modern, imbuhan pakan (food suplement) sudah umum digunakan oleh peternak. Suplement ini dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan dengan mengurangi mikroorganisme pengganggu (patogen) atau meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan yang ada di dalam saluran pencernaan (Rahayu, 2009). Menurut Bahri., dkk, (2000), hampir semua pabrik pakan menambahkan “obat hewan” berupa antibiotika ke dalam pakan komersial, sehingga sebagian besar pakan komersial yang beredar di Indonesia mengandung antibiotika. Apabila peternak yang menggunakan pakan tersebut tidak memperhatikan aturan pemakaiannya, diduga kuat produk ternak mengandung residu antibiotika yang dapat mengganggu kesehatan manusia, antara lain berupa resistensi terhadap antibiotika tertentu, reaksi alergi dan kemungkinan keracunan (Yuningsih., dkk, 2005).
Beberapa negara mengizinkan pemberian berbagai jenis antibiotika, termasuk golongan tetrasiklin, neomisin, basitrasin, dan preparat sulfa untuk diberikan secara berkala pada peternakan ayam tetapi golongan ini tidak diizinkan diberikan melalui pakan ternak di Indonesia (Martaleni, 2007).

Residu Antibiotika
Residu obat adalah sisa dari obat atau metabolitnya dalam jaringan atau organ hewan/ternak setelah pemakaian “obat hewan” (Rahayu, 2009).
Menurut Oramahi dkk, 2004; Bahri dkk, 2005 pemberian antibiotika sebagai pakan ternak yang diberikan dalam waktu yang cukup lama dengan tidak memperhatikan aturan pemberiannya akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh ternak sehingga menyebabkan terdapatnya residu pada jaringan tubuh ternak. Residu antibiotika yang terakumulasi memiliki konsentrasi yang berbeda-beda antara jaringan dari tubuh ternak satu dengan yang lainnya (Bahri dkk, 2005).
Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa antibiotika tidak dapat seluruhnya diekskresi dari jaringan tubuh ternak, seperti : daging, air susu dan telur. Hal ini berarti sebagian antibiotika masih tertahan dalam jaringan tubuh sebagai bentuk residu.












6.
 
 
BAB III
METODOLOGI
Metode penelitian dalam karya tulis ilmiah ini penulis menggunkan metode kualitatif yaitu, Penulis memperoleh materi dari berbagai sumber buku, jurnal, internet dan Dvd drama/film yang pernah penulis baca atau nonton.
BEBERAPA HASIL PENELITIAN ANTIBIOTIK
Dari penelitian ternyata aureomisin (khlortetrasiklin), basitrasin, zinc basitrasin, oleandomisin dan virginiamisin dicampurkan dalam ransum berguna sekali untuk merangsang pertumbuhan anak-anak hewan. Jumlah ransum yang dapat dihabiskan dakan sehari akan bertambah dengan penggunaan antibiotik tersebut dan jumlah ransum yang diperlukan untuk kenaikan berat tiap kilogramnya akan berkurang. Antibiotik yang biasanya dicampurkan dalam ransum untuk ternak unggas dan babi adalah sekitar 10 g/ton dan 20 g/ton untuk anak sapi perah. Penggunaan antibiotik dalam jumlah banyak, yaitu 100 – 200 gram/ton ransum pada ternak ayam yang diserang penyakit menahun (radang alat pernafasan) akan menyembuhkan ayam-ayam dalam waktu singkat dan akan memulihkan kembali daya produksi telurnya.
Dari penelitian-penelitian terbukti pula, bahwa penggunaan antibiotik dalam ransum, menghambat penggunaan protein, asam-asam amino dan vitamin-vitamin. Antibiotik dalam ransum babi, ayam dan kalkun yang kadar proteinnya dikurangi 3 % akan memberikan hasil sama dengan ransum tanpa antibiotik dengan kadar protein yang seharusnya. Mekanisme penghematan penggunaan protein, asam-asam amino dan vitamin-vitamin tadi belum dapat diterangkan.
Antibiotik adalah suatu obat, bukan zat makanan. Jadi pengaruhnya terhadap ransum ternak adalah sekunder. Antibiotik digunakan secara luas dalam ransum unggas dan babi untuk mempertinggi laju dan efisiensi pertumbuhan hewan ternak tersebut. Antibiotik juga digunakan dalam pemberian ransum pada anak sapi, sebelum hewan-hewan tersebut mempunyai rumen yang berkembang sempurna dan dalam beberapa hal telah diberikan pula pada anak sapi yang sedang digemukkan. Akan tetapi penggunaan utama antibiotik adalah pada ransum hewan berlambung satu seperti babi dan unggas dalam konsentrasi yang relatif rendah.
PENGARUH  LAIN ANTIBIOTIK
Antibiotik telah membuksikan sangat berguna memberantas penyakit-penyakit tertentu. Salah satu pengaruh pemberian khlortetrasiklin dan oksitetrasiklin yang baik adalah berkurangnya gejala penyakit mencret pada anak sapi dan anak babi sapihan. Terutama pada anak sapi, penyakit mencret tersebut merupakan masalah penting yang dapat mengakibatkan kerugian, infeksi sekunder dan kematian.
7.
 
Penggunaan antibiotik dalam kadar tinggi, yaitu 100 sampai 200 gram per ton ransum dalam waktu pendek pada ayam yang menderita infeksi menahun tertentu, seperti penyakit alat pernafasan, dapat mempercepat penyembuhan dan mempercepat pemulihan ayam dalam pertumbuhan dan produksi telur.
Dari sebagian besar hasil penelitian dapat diperlihatkan, bahwa pemberian antibiotik pada sapi perah, tidak mempertinggi produksi susu. Beberapa penelitian meperlihatkan bahwa sapi perah yang diberi antibiotik dalam ransumnya, akan memprosuksi susu cukup tinggi. Dugaan ini adalah bahwa khlortetrasiklin yang didapatnya ikut mencegah timbulnya penyakit kuku dan infeksi alat pernafasan dan karena kesehatan sapi menjadi lebih baik, sapi tersebut menghasilkan susu lebih banyak. Pemberian antibiotik yang rendah kadarnya (10 mg per 45 kg berat badan) tidaklah merupakan pengobatan yang efektif terhadap penyakit kuku dan infeksi-infeksi tertentu lainnya. Pemberian penisillin atau antibiotik lain secara infus ke dalam puting susu untuk mengobati penyakit mastitis atau pemberian secara intramuskular untuk mengobati penyakit-penyakit infeksi akan menyebabkan susu mengandung antibiotik selama tiga sampai empat kali pemerasan. Susu demikian lebih bermanfaat bila digunakan untuk pakan anak sapi daripada dijual sebagai makanan manusia, karena reaksi alergik dapat timbul pada manusia yang peka terhadap penisillin dan susu demikian tidak dapat digunakan untuk membuat keju.
Perhatian besar telah diberikan terhadap pertanyaan apakah sisa-sisa antibiotik akan terdapat dalam hasil-hasil ternak bila hewan ternak yang diberi entibiotik disembelih untuk makanan manusia. Antibiotik tidak mungkin terdapat dalam daging hewan ternak yang diberi zat tersebut sebanyak yang cukup untuk menggertak pertumbuhan. Akan tetapi antibiotik tersebut dapat diketemukan dalam daging, bila pemberiannya adalah sepuluh kali lebih tinggi. Pada kadar 200 ppm dalam ransum, sedikit antibiotik akan terdapat dalam daging babi dan pada kadar 1000 ppm, sebagian besar jaringan akan mengandung antibiotik dalam jumlah lebih besar. Penghentian pemberian antibiotik beberapa hari sebelum hewan disembelih, akan menghilangkan tertimbunnya antibiotik dalam jaringan. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa konsumen tidak perlu khawatir menggunakan hasil ternak, terutama karena antibiotik akan rusak bila daging direbus.






















8.
 
 
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut tabel jenis-jenis antibiotika yang sering digunakan pada hewan ternak:

Jenis antibiotika
Jenis hewan
Bacitracin
Ayam,kalkun, babi, sapi perah
Bambermycin
Ayam, kalkun, babi
Chlortetracycline
Ayam, kalkun, babi, sapi perah, kambing
Erytromycin
Ayam, kalkun
Hygromycin
Ayam, babi
Lasalocid
Ayam, babi
Monensin
Ayam, kalkun, babi
Neomycin
Ayam, kalkun, babi, sapi perah, kambing
Nystatin
Ayam, kalkun
Olendomycin
Ayam, kalkun, babi
Oxytetracycline
Ayam, kalkun, babi, sapi perah, kambing
Penicilline
Ayam, kalkun, babi
Salinomycin
Ayam, sapi perah
Streptomycin
Ayam, sapi perah
Tylosin
Ayam, babi, sapi perah
Virginiamycin
Ayam, kalkun, babi
Sulfanamides
Ayam, kalkun, babi

























Sumber: PURNAMI (2000)

Antibiotika Dalam Peternakan
Penggunaan “obat hewan” pada tahap produksi ternak sering dilakukan agar prodiktivitas ternak dapat dipertahankan atau ditingkatkan (Bahri dkk, 2005). “Obat hewan” yang paling sering digunakan pada peternakan adalah antibiotika (Dewi dkk, 2002). Antibiotika diberikan pada hewan ternak berguna untuk mencegah atau mengobati penyakit sehingga digunakan sebagai imbuhan pakan (Oramahi dkk, 2004).
Pemberian antibiotika pada hewan dalam peternakan skala besar umumnya diberikan melalui air minum dan dapat diikuti dengan pemberian antibiotika melalui pakan (Martaleni, 2007).
9.
 
Umumnya pemberian antibiotika yang diberikan pada ayam lebih banyak diberikan secara massal dibandingkan pemberian secara individual (Doyle, 2006). Hal ini dilakukan untuk membuat hewan tetap produktif meskipun mereka hidup dalam kondisi berdesakan dan tidak higienis (Bahri dkk, 2000)
Pada usaha peternakan modern, imbuhan pakan (food suplement) sudah umum digunakan oleh peternak. Suplement ini dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan dengan mengurangi mikroorganisme pengganggu (patogen) atau meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan yang ada di dalam saluran pencernaan (Rahayu, 2009).
Menurut Bahri., dkk, (2000), hampir semua pabrik pakan menambahkan “obat hewan” berupa antibiotika ke dalam pakan komersial, sehingga sebagian besar pakan komersial yang beredar di Indonesia mengandung antibiotika. Apabila peternak yang menggunakan pakan tersebut tidak memperhatikan aturan pemakaiannya, diduga kuat produk ternak mengandung residu antibiotika yang dapat mengganggu kesehatan manusia, antara lain berupa resistensi terhadap antibiotika tertentu, reaksi alergi dan kemungkinan keracunan (Yuningsih., dkk, 2005).
Beberapa negara mengizinkan pemberian berbagai jenis antibiotika, termasuk golongan tetrasiklin, neomisin, basitrasin, dan preparat sulfa untuk diberikan secara berkala pada peternakan ayam tetapi golongan ini tidak diizinkan diberikan melalui pakan ternak di Indonesia (Martaleni, 2007).
Ancaman Antibiotika di Peternakan
Penggunaan antibiotika terlalu sering pada hewan ternak, bisa menyebabkan bibit penyakit yang resisten terhadapnya. Dokter dan pelindung konsumen memberi peringatan. Karena dampaknya juga akan dirasakan manusia.
Keindahan alam, petani dan beberapa ekor ternak. Gambaran alami itu jauh dari kenyataan industri peternakan di Jerman dan negara Uni Eropa lainnya.
10.
 
Ayam, kalkun, sapi dan babi berdesakan dalam kandang-kandang besar. Produksi peternakan pun terus meningkat, karenanya bisa ratusan ribu ayam dan kalkun, atau ribuan sapi dan babi yang dipelihara pada saat yang sama. Sementara peternakan berusaha agar ternaknya siap potong dalam waktu sesingkat mungkin. Seekor ayam, misalnya, sudah bisa disembelih 32 hari setelah ditetaskan. Lepas empat bulan, seekor babi sudah siap dijagal. Hanya dengan cara inilah, peternakan di Eropa bisa bertahan dalam persaingan jualan daging murah. Menurut Marc Spencer, Ketua Pusat Prevensi dan Pengawasan Penyakit, setiap tahunnya sekita 25.000 orang yang meninggal di Uni Eropa, karena infeksi yang tidak lagi bisa ditangani dengan antibiotika. Para dokter dan asosiasi perlindungan konsumen sudah sejak lama memperingatkan akan ancaman ini. Sebuah penelitian Ikatan Perlindungan Lingkungan dan Alam Jerman (BUND) menunjukkan bahwa lebih dari separuh ayam yang dijual supermarket Jerman tercemar oleh bakteri yang kebal antibiotika.
Thomas Janning dari Ikatan Peternak Unggas Jerman mengingatkan untuk tidak menebar panik. "Adanya bakteri yang resiten antibiotika pada daging unggas, tidak ada kaitannya dengan ancaman kesehatan pada konsumen.“
Perdebatan panjang seputar permasalahan ini mendorong pemerintah untuk bertindak. Kabinet Jerman memutuskan, bahwa penggunaan antibiotika dalam peternakan harus dikurangi. Kini akan dibentuk bank data yang mengawasi pemberian antibiotika. Menurut Undang-undang yang mungkin akan diberlakukan musim semi 2013, badan pengawas di negara-negara bagian Jerman akan memiliki wewenang lebih besar dalam mengawasi peternakan.
Beberapa Teori Cara Kerja Antibiotik
Antibiotik adalah obat bukan zat makanan, jadi pengaruhnya terhadap zat pakan pada hewan merupakan kebutuhan sekunder
Cara kerja antibiotik agar dapat mempertinggi laju pertumbuhan hewan muda, belum dapat diterangkan dengan sempurna, meskipun sudah banyak teori telah dikemukakan. Di antara berbagai teori tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Antibiotik membantu pertumbuhan mikroorganisme yang mensintesa zat-zat makanan dan menghalang-halangi tumbuhnya mikroorganisme yang merusak zat-zat makanan.
  2. Antibiotik dapat menghalang-halangi pertumbuhan mikroorganisme yang memproduksi amonia dalam jumlah banyak dalam saluran pencernaan. Amonia bebas dari senyawa-senyawa nitrogen lain, seperti trimethilamin dapat merupakan racun yang menghalang-halangi laju pertumbuhan.
  3. Antibiotik dapat mempertinggi penyerapan berbagai zat makanan. Penambahan antibiotik dalam ransum ternak mempertinggi penyerapan zat-zat makanan seperti kalsium, phospor, dan magnesium. Pemberian antibiotik dapat pula menyebabkan terjadinya dinding usus lebih tipis pada hewan yang mendapat zat tersebut daripada yang tidak. Dinding usus yang menebal dapat terjadi dari ransangan racun Clostridium walchii atau dari mikroorganisme lain yang memproduksi racun. Racun tersebut dapat disingkirkan dari alat pencernaan dengan memberikan antibiotik kedalam ransum.
  4. Antibiotik dapat mempertinggi konsumsi ransum atau konsumsi air atau kedua-duanya. Meskipun tidaklah mungkin untuk menentukan secara pasti apakah konsumsi ransum yang meninggi tersebut adalah pengaruh primer antibiotik ataukah konsumsi yang meninggi tersebut disebabkan karena kondisi tubuh yang lebih baik akibat antibiotik, sangatlah mungkin bahwa pengaruhnya terhadap konsumsi air adalah sekunder. Hasil penelitian oleh banyak ahli memperlihatkan bahwa ada hubunagan konstan antara konsumsi ransum dan konsumsi air pada ayam.


11.
 
 


BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Secara umum antibiotik memang memiliki fungsi yang penting di dalam kehidupan mahluk hidup, antara lain mencegah dan mengobati penyakit pada hewan ternak dan manusia, menyelamatkan ternak dari kematian, meningkatkan efisiensi pakan, memacu pertumbuhan, dan mengurangi penderitaan hewan (misalnya obat-obat sedasi), menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen, dan lain sebagainya. Akan tetapi dalam penggunaannya perlu mendapat perhatian karena jika digunakan dengan dosis yang tidak sesuai dapat memicu berbagai dampai negatif maka dari itu penggunaan antibiotik tidak boleh berlebihan dan pemberianya sesusai dengan dosis yang telah ditentukan.

Saran
          Berdasarkan hasil dari penelitian yang banyak dilakukan, disarankan beberapa hal terkait pencegahan dan pengendalian residu antibiotik pada  pangan asal hewan, khususnya daging, sebagai berikut:

1. Diharapkan pemerintah daerah dapat  meningkatkan pengawasan terhadap mutu dan keamanan pangan asal hewan mulai dari peternakan hingga ke konsumen.  
2. Jagalah kebersihan ternak sehingga tidak ada penyakit, baik yang berasal dari bakteri, virus, ataupun cacing.
3. Salah satu upaya untuk menghilngkan timbunan antibiotik dalam jaringan tubuh ternak adalah dengan cara menghentikan pemberian antibiotik beberapa hari sebelum hewan ternak disembelih.  
4. Penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap keamanan pangan asal hewan.


12.
 

 
DAFTAR PUSTAKA


Ø  MITCHELL, J., M.W. GRIFFITHS, S.A. MCEWEN, W.B. MCNAB, and A.J. YEE. 1998. Antimicrobial drug residues in milk and meat: causes, concerns, prevalence, regulations, tests, and test performance. Journal of Food Protection. 61(6):742-56.

Ø  PURNAMI. 2000. Kumpulan makalah program pendidikan profesi dokter hewan Laboratorium kesmavet Fakultas kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Ø  VAN DEN BOGAARD, A.E., N. BRUINSMA, and E.E. STOBBERINGH. 2000. The effect of banning avopracin on VRE carriage in the Netherlands (five abattoirs) and Sweden. J. Antimicrob. Chemother. 46 (1): 146-148.

Ø  BURCH, D.G.S. 2000. Antimicrobial sensitivity pattern of UK chicken E. coli isolates. Paper presented at the European Association of Veterinary Pharmacology and Toxicology Congress p.73c. Jerusalem, Israel.






Ø 

 
http://mohammadfuaduzzaki.blogspot.com/2011/01/penggunaan-antibiotik-pada-ternak.html






attention ! familiarize comments before copy and paste!!!
-감사합니다-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 University Terbaik di Korea Selatan